Rabu, Oktober 29, 2008

Tragedi 11 Desember 2002

Longsor di Pacet

Korban musibah longsor di Pemandaian Air Panas, Pacet, Mojokerto, Jawa Timur, hingga tanggal 13 Desember 2002 telah mencapai 30 orang tewas. Peristiwa ini menambah kepedihan bangsa Indonesia yang seolah-olah tak pernah lepas dari hantaman musibah. Berbagai musibah memang melanda bangsa ini. Tanah longsor, banjir, dan bencana lainnya menimpa beberapa daerah di tanah air.
Dalam musibah tanah longsor di Pacet, Mojokerto, pihak Perhutani, kepada salah satu stasiun tv swasta yang mewawancarainya, mengatakan bahwa dalam musibah itu tidak perlu menyalahkan siapa-siapa. Sebab, katanya musibah itu adalah murni musibah alam belaka yang tidak bias diduga.
Dapatkah kita menerima penjelasan demikian itu? Dilihat secara sepintas, musibah tanah longsor di Pemandian Air Panas Pacet adalah murni musibah alam. Datang tiba-tiba tidak bias diduga, dan tidak bias ditolak manusia. Dengan kata lain, peristiwa itu seolah sudah menjadi takdir. Tetapi, menerima begitu saja argument Perhutani, sama saja dengan kita tidak berterima kasih kepada Tuhan yang sudah memberikan otak dan pikiran agar kita bias bernalar sehat, jernih, rasional, dan waras.
Memang benar, musibah di Pacet, Mojokerto, itu bencana alam. Tetapi jika kita cermat melihat, mengamati, dan menyimak dengan seksama, kawasan hutan lindung Pacet di sekitar Pemandian Air Panas itu, akal sehat kita akan mengatakan bahwa musibah itu akibat ulah manusia juga. Salah satu kelalaian manusia yang menyebabkan terjadinya musibah itu adalah karena mereka melanggar aturan mngenal kawasan hutan lindung.
Aturan yang berhubungan dengan kawasan lindung adalah keppres nomor 32/1990. Dalam Keppres tersebut dikatakan bahwa kawasan hutan lindung yang dimiliki kemiringan 45 derajat, tidak diperbolehkan ditanam pohon-pohon yang siap tebang. Kawasan Pemandian Pacet adalah kawasan yang sesuai dengan isi Keppres tersebut. Kawasan yang kemiringannya 45 derajat seperti di sekitar Pemandian Pacet tidak boleh ditanami pohon siap tebang karena pohon semacam itu pada saatnya akan ditebang juga. Bila pohon-pohon di sekitar itu ditebang, hutan di sana akan gundul, sedangkan pohon penggantinya memerlukan waktu yang lama untuk menjadi penyangga kawasan dan penahan air di daerah itu.
Lalu apa yang terjadi di Pacet? Pohon-pohon yang ditanam di sana sebagian besar adalah pinus, mahoni, dan sejenisnya, yakni pohon yang diap ditebang. Pada saat itu pohon itu ditebang, kawasan Pacet dengan kemiringan 45 derajat tidak memiliki kemiringan 45 derajat tidak memiliki penyangga longsor. Jadi, sesungguhnya longsor yang meminta korban 30 jiwa tewas sia-sia pada tanggal 11 Desember 2002 itu akibat penggundulan kawasan yang melanggar Keppres nomor 32/1990. Siapa yang melanggarnya tak perlu disebutkan.
Pelanggaran lain terhadap Keppres tersebut ialah jarak penanaman pohon siap tebang dari sungai tempat aliran. Menurut Keppres nomor 32/1990 tersebut, sampai radius 32 meter dari aliran sungai dilarang ditanam pohon yang siap tebang. Mengapa ? jika kurang dari radius 32 meter dari sungai ditanam pohon siap tebang dan suaru saat pohon itu ditebang, praktis tak ada penyangga atau penahan air yang dating dari kawasan atas yang memiliki kemiringan 45 derajat. Menurut catatan direktur Walhi JAwa Timur, Syafrudin Ngulma, di kawasan Pemandian Air Panas Pacet malah pada radius 0 meter pun sudah ditanami pohon siap tebang sejenis pinus dan mahoni.
Dengan data-data yang dikemukakan di atas, sangatlah naïf jika kita mengatakan bahwa musibah tanah longsor Pacet hanya merupakan musibah yang dating tiba-tiba. Musibah itu akan dating tiba-tiba apabila sebelumnya para pengelola kawasan lindung Pacet, Mojokerto, memeliharanya dengan baik.

Disadur dari Jawa Pos,
13 Desember 2002

Jumat, Oktober 10, 2008

Resensi Novel

JODOH DI DALAM BEMO

Judul : JODOH DI DALAM BEMO
Penulis : Rizka kusuma
Penerbit : jawa Pos, Minggu 3 Agustus 2008
Cetakan : 2008

Percintaan adalah satu tema peradaban manusia yang paling klasik dan mungkin tak kunjunng rampung selamanya. Percintaan dapat menjadikan energi hebat dan revolusioner yang tidak terlihat, tetapi mampu membangkitkan kehidupan yang karam.
Cinta adalah sebuah perasaan halus yang terdapat pada setiap diri seseorang. Maka oleh Rizka kusuma, sebuah cinta. Diceritakan dalam suatu pertemuan yang berlangsung dengan kebetulan sehingga benih-benih cinta tumbuh didalamnya. Penulis dari pelajar Unair ini menceritkan perjalanan cinta yang sangat unik. Sehingga cerita terkesan menjadi indah dan menarik.
Cinta dalam cerita ini adalah perasaan yang tumbuh, ketika pertama kali melihat seseorang, dan pemandangan yang pertama kali itu menumbuhkan beni cinta yang akhirnya menjadikan suasana yang indah. Cerita percintaan ini juga mengusung semangat dan nilai-nilai cinta yang lintas batas dan tak terduga arah dan jatuhnya.
Cerita ini termasuk cerita dalam pengertian tradisional yang mengagungkan kaidah –kaidah atau unsur-unsur cerita sebagaimana umunya. Tokoh, karakter, konflik, alur, cerita yang sangat diperhatikan oleh penulis cerita
Cerita ini menawarkan gagasan tentang cinta, yang berawal dari satu kebetulan yang terus berlangsung selama empat hari berturut sehingga perasaan cinta itu muncul. Cinta dapat menjadikan rasa rindu terhadap seseorang. Cinta yang sesungguhnya mengajarkan seluruh sendi kemanusiaan untuk lebih bisa memahami dari pada dipahami. Lebih bisa menerima dari pada menolak hingga pada akhirnya cinta itu dapat berjalan dalam romantika keindahan.
a.) Tema :
Percintaan
b.) Tokoh dan penokohan
Rudi : tidak sombong, humoris dan menyenangkan
Rere : mudah bergaul,menyenangkan
Ibu : Baik hati
c.) Cerita
Seorang gadis yang bernama Rere yang selalu bertemu dengan seorang mahasiswa yang bernama Rudi yang bertemu di dalam bemo dan mereka akhirnya saling berkenalan.
d.) Alur
Alur maju
Menceritakan awal Rere berkenalan dengan Dudi dalam sebuah bemo, yang selalu bertemu dalam empat hari berturut-turut. Yang kemudian menjadi teman baik.
e.) Bahasa
Menggunakan bahasa yang bersifat prosaic yaiatu menggunakan ungkapan sehari-hari dan cenderung tidak memperhatikan unsur puitis.

Sejarah dan Prasejarah

PERIODISASI SEJARAH INDONESIA

Sejarah di indonesia dimulai ketika manusia ada di kepulauan Indonesia untuk pertama kalinya. Sejarah dapat kita tinjau dari tingkat perkembangan waktu, peralatan hidup, dan ciri-ciri budayanya.
1. Masa Prasejarah Indonesia
Masa prasejarah Indonesia merupakan zaman di mana bangsa Indonesia belum mengenal tulisan. Dalam periode ini sering pula disebut dengan Nirleka, pada masa ini banyak kejadian yang bisa diungkap dan diceritakan mulai dari sejarah terbentuknya bumi, awal mula kehidupan manusia pertama, peralatan budayanya sampai system kepercayaan.
Untuk mengetahui kehidupan awal, sejarawan hanya dapat menganalisanya dari benda-benda peninggalan budaya dan sisa kerangkanya, dari benda-benda itu dapat diungkapkan berbagai macam penafsiran tentang kehidupan dan keberadaan masyarakat Indonesia purba yang mendekati kebenaran.
Masa sebelum mengenal tulisan sangat panjang, maka untuk mempermudah dalam mempelajarinya, para sejarawan membaginya kedalam beberapa zaman berdasarkan peralatan hidup yang digunakanya.
a. Zaman batu yang terbagi menjadi
1) Zaman batu tua (paleolitikum)
2) Zaman batu madya (mesolitikum)
3) Zaman batu muda (neolitikum)
4) Zaman batu besar (megalitikum)

b. Zaman logam yang terbagi menjadi
1) Zaman perunggu
2) Zaman besi

Zaman logam di Indonesia hanya terdiri 2 zaman saja, tidak seperti umumnya di wilayah lain yang juga memiliki zaman tembaga.
2. Masa Sejarah Indonesia
Masa sejarah Indonesia yaitu kehidupan pada masa bangsa kita telah mengenal tulisan. Sejarah kehidupan menandakan adanya peningkatan dari kehidupan yang belum mengenal tulisan kekehidupan yang mengenal tulisan. Indikator ini mempermudah sejarawan dalam menganalisis kehidupan manusia pada zaman ini. Di Indonesia catatan tertulis berasal dari kutai, Kalimantan timur, sekitar 400 masehi.
Setiap bangsa memeasuki zaman sejarah pada waktu yang berbeda – beda tergantung tingkat perkembanganya dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Untuk lebih memahami zaman sejarah Indonesia, kita dapat membaginya menjadi beberapa bagian yaitu sebagai berikut
a. Zaman kuno (abad ke-1 masehi – abad 14 masehi)
Zaman kuno di Indonesia dimulai ketika pengaru agama hindu dan budha ketika masuk ke wilayah Indonesia agama ini masuk dan berkembang ke Indonesia sebagian besar melalui jalur perdagangan India dan cina yang melalui Indonesia, baik disengaja maupun tidak.
Masuknya agama dan budaya hindu budha diperkirakan pada masa abad 1 masehi, meski tidak semua unsur diserap, Karena pada sebagian wilayah ada berbedaan dengan budaya aslinya. Kerajaan kutai di kaltim merupakan salah satu kerajaan yang mendapat pengaruh India pada abad ke 4 masehi dan mengadopsi system pemerintahan dari kerajaan-kerajaan yang ada di India. Misalnya raja adalah utusan dewa dan anak-anaknya merupakan pewaris takhta secara turun – temurun.

b. Zaman baru (abad 15 – abad 18 masehi)
Zaman baru dimulai pada masa berkembangnya budaya islam di Indonesia. Kebudayaan dan agama ini masuk ke Indonesia melalui jalur perdagangan. Bukti menunjukkan sejak abad 7 masehi pedagang-pedagang arab sudah sampai ke asia tenggara, bahkan ke negeri cina. Dengan demikian, diperkirakan agama islam sudah dikenal sejak saat itu meski baru pada abad ke 13 masehi kerajaan – kerajaan islam berdiri di nusantara, yang diawali dengan berdirinya kerajaan samudra pasai pada tahun 1297.

c. Zaman modern (abad 19 – abad 20 masehi)
Zaman modern di Indonesia dimulai ketika jatuhnya mataram dan banten ke tangan imperialis belanda, sehingga masa colonial dimulai di Indonesia.
Datangnya bangsa eropa ke Indonesia dipicu oleh penutupan laut tengah oleh kerajaan turki usmani yang berhasil merebut kota konstatinopel (1453), sehingga para pedagang eropa berusaha mencari daerah penghasil rempah-rempah ke timur dan salah satu tujuannya adalah wilayah Indonesia, yang pada saat itu merupakan penghasil rempah-rempah terbesar, selain rempah-rempah para pedagang juga mencari daerah kekuasaan baru di tempat yang disinggahi.
Adanya kolonialisme di Indonesia memberikan dampak terhadap kehidupan sosial budaya masyarakatnya, yaitu masuknya kebudayaan eropa ke dalam kehidupan masyarakat.
Pada masa ini rakyat berusaha melakukan perlawanan-perlawanan untuk mengakhirinya, namun usahanya sia-sia karena bentuk masih kedaerahan dan hanya menggunakan senjata tradisisonal.
Lambat laun, karena tuntutan rakyat belanda untuk melakukan politik etis (balas budi), maka dibuka sekolah-sekolah yang pada akhirnya melahirkan golongan pelajar.